- Walau susah bekerja keras setiap hari, terdapat beberapa orang yang sangat susah menjadi kaya. Kekayaan seperti sesuatu yang hanya bisa mereka dapatkan dalam mimpi dan bukan di dunia nyata. Faktanya, kesulitan menjadi kaya karena sifat mereka yang urung mereka sadari dan kerap mereka lakoni. Gengsi dan membeli barang demi memenuhi ambisi menjadikan mereka sosok yang sulit memperbaiki ekonomi. Berdasarkan ramalan astrologi, orang seperti ini bisa dilihat dari shio kelahiran mereka dan berikut ulasannya. 1. Shio Kuda Terdapat shio kuda yang memang dikenal gemar berfoya-foya untuk memenuhi keinginannya. Ini didasari keinginan kuat mereka untuk terlihat kaya dan hebat dibanding orang sekitarnya. Mereka selalu menuruti gengsi dengan membeli banyak barang yang sebenarnya tidak terlalu ia butuhkan. Sehingga, shio kuda susah sekali kaya meski sudah bekerja keras karena terlalu gengsi menjalani hidupannya. Baca juga 5 Shio Bikin Kesal, Susah Dapat Kawan karena Ada Sifatnya Dibenci Orang Baca juga Banyak Kerja tapi Sulit Kaya, 5 Shio Sampai Tua Hidup Merana 2. Shio Tikus Para pemilik tanda shio tikus dikenal sebagai sosok enggak pernah mau hidup hemat dan selalu menuruti gengsi di hidupnya. Shio ini tidak pernah ragu untuk mengeluarkan uang dalam jumlah besar hanya demi menuruti keinginannya semata. Hal ini dilakukan mereka agar dipandang sebagai sosok hebat dan kaya raya dibandingkan orang-orang sekitarnya.
Setelahdiperiksa sebagai tersangka kasus meme stupa Candi Borobudur yang diedit menyerupai wajah Presiden Jokowi, Roy Suryo akhirnya ditahan. Anti Mager Di Torut, Andi Sudirman Bagikan Hadiah Meriah Ada Motor dan Sepeda Prabowo Sebut Meski Kurus Jokowi Kerja Keras Dan Tak Pernah Berhenti. Hal ini disampaikan oleh Menteri PertahananKonsumsi dan Gaya Hidup Dalam sosiologi, konsumsi tidak hanya dipandang bukan sekedar pemenuh kebutuhan yang bersifat fisik dan biologis manusia, tetapi berkaitan dengan aspek-aspek social budaya. Konsumsi berhubungan dengan masalah selera, identitas, atau gaya hidup. Menurut ekonom, selera sebagai suatau yang stabil, difokuskan pada nilai guna., dibentuk secara individu, dan dipandang sebagai suatau yang eksogen. Sedangkan menurut sosiolog, selera sebagai suatau yang dapat berubah, difokuskan pada suatu kualitas simbolik suatau barang, dan tergantung persepsi selera orang lain. Weber [1922 1978] berpendapat bahwa selera merupakan pengikat kelompok dalam ingroup. Actor-aktor kolektif berkompetisi dalam penggunaan barang-barang simbolik. Keberhasilan dalam berkompetisi ditandai dengan kemampuan untuk memonopoli sumber budaya, sehingga akan meningkatkan prestis dan solidaritas kelompok dalam. Sedangkan Veblen [1899] 1973 memandang selera sebagai senjata untuk berkompetisi. Kompetisi tersebut berlangsung antar pribadi. Antara seorang dengan orang lain. Hal ini tercermin dalam masyarakat modern yang menganggap selera orang dalam mengkonsumsi suatu barang akan dapat melihat selera dasar dan penghargaan yang didapat . Konsumsi dapat dipandang sebagai bentuk identitas. Barang-barang simbolik juga dapat menunjukkan kelompok pergaulannya. Simmel [1907]1978323 mengatakan bahwa ego akan runtuh dalam kehilangan dimensinya jika ia tidak dikelilingi oleh objek eksternal yang menajdi ekspresi dari kecenderungannya, kekuatannya dan cara individualnya karena mereka mematuhinya, atau dengan kata lain miliknya. Sebagai contoh, seorang pejabat yang meletakkan ensiklopedi dalam rak ruang tamu atau kantornya yang menandakan bahwa ia mampu membeli barang yang harganya relative mahal tersebut. Walau sebenarnya tidak pernah ia baca, sehingga dapat dikatakan hanya sebagai pajangan semata. Hubungan Konsumsi dan Gaya Hidup Webber [1922]1978 mengatakan bahwa konsumsi terhadap suatu barang merupakan gambaran gaya hidup tertentu dari kelompok status tertentu. Konsumsi terhadap barang merupakan landasan bagi penjenjangan dari kelompok status. Sehingga situasi kelas ditentukan oleh ekonomi sedang situasi status ditentukan oleh penghargaan social. Misalnya, pada masyarakat pedesaan, status guru dan pedagang lebih tinggi guru walaupun pendapatannya lebih besar pedagang. Hal ini dikarenakan guru mempunyai peluang yang besar untuk mencari peluang tambahan. Sebagai contoh bekerja sampingan sebagai pedagang. Guru akan lebih berhasil dari pada pedagan tulen karena masyarakat menganggap guru adalah orang yang berpendidikan dan tidak mungkin berbuat curang. Sehingga orang akan cenderung berbelanja pada guru. Atau pada masyarakat perkotaan, para pengusaha berhak mendapat gelar bangsawan karena dia mampu memberi suatu sumbangan pada keraton. Walau ada pihak yang lebih berhak mendapat gelar tersebut. Sedang menurut vablen [1899] 1973, penghargaan social terhadap masyarakat luas terletak pada keperkasaan, misalnya perang. Sedang pada masyarakat industry terletak pada kepemilikan kesejahteraan seseorang. Juga pada konsumsi yang dilakukan sebagai indikator dari gaya hidup kelompok status. Han peter Mueller 1989, mengatakan ada 4 pendekatan dalam memahami gaya hidup Pendekatan psikolog perkembangan tindakan seseorang tidak hanya disebabkan oleh teknik, ekonomi dan politik, tetapi juga dikarenakan perubahan nilai. Pendekatan kuantitatif social struktur mengukur gaya hidup berdasarkan konsumsi yang dilakukan seseorang. Pendekatan ini menggunakan sederet daftar konsumsi yang mempunyai skala nilai. Pendekatan kualitatif dunia kehidupan memandang gaya hidup sebagai lingkungan pergaulan. Pendekatan kelas mempunyai pandangan bahwa gaya hidup merupakan rasa budaya yang direprodiksi bagi kepentingan struktur kelas. Asumsi Jean Baudrillard Biografi Jean Baudrillard adalah seorang pakar teori kebudayaan, filsuf, komentator politik, sosiolog dan fotografer asal Perancis. Karya Baudrillard seringkali dikaitkan dengan pascamodernisme dan merupakan seorang teoritisi sosial pasca-struktural terpenting. Dalam lingkup tertentu dekade 1980-an, Baudrillard dikenal sebagai McLuhan baru atau teoritisi terkemuka tentang media dan masyarakat dalam era yang disebut juga posmodern. Teorinya mengenai masyarakat posmodern berdasarkan asumsi utama bahwa media, simulasi, dan apa yang ia sebut cyberblitz’ telah mengkonstitusi bidang pengalaman baru, tahapan sejarah dan tipe masyarakat yang baru. Baudrillard lahir dalam keluarga miskin di Reims pada 20 Juni mempelajari bahasa Jerman di Universitas Sorbonne di Paris dan mengajar bahasa Jerman di sebuah lycée 1958-1966. Ia juga pernah menjadi penerjemah dan terus melanjutkan studinya dalam bidang filsafat dan sosiologi. Pada tahun 1966 ia menyelesaikan tesis Le Système des objets “Sistem Objek-objek” di bawah arahan Henri Lefebvre. Dari tahun 1966 hingga 1972 ia bekerja sebagai Asisten Profesor dan Profesor. Pada tahun 1972 ia menyelesaikan habilitasinya L’Autre par lui-même dan mulai mengajar sosiologi di Université de Paris-X Nanterre sebagai profesor. Pada awal kariernya Baudrillard dipengaruhi oleh “kritik kehidupan sehari-hari” dari Henri Levebre. Beberapa penulis mengatakan ia juga banyak dipengaruhi oleh Nietzsche, Sigmund Freud, Jacques Lacan, Saussure, Levi Strauss dan tentu saja revolusi mahasiswa’ pada Mei 1968 yang menggulingkan tahta Presiden De Gaulle. Tapi itu bukan berarti ia mengkaji secara mendalam sejarah apalagi sejarah ide-ide. Atau lebih tepatnya ia tidak memiliki persepsi historis tentang suatu peristiwa, dan sejarah pun cenderung ia mitologisasikan’. Dalam penilaian Andreas Ehrencrona, tulisan-tulisan Jean Baudrillard mengingatkan orang lebih kepada puisi daripada teks-teks filosofis umumnya. Menurutnya Baudrillard terus-menerus bermain dengan kata-kata dan membuat metafor-metafor liar dari astronomi dan menggoda pembaca untuk lebih berkonsentrasi pada bahasanya daripada pendapat-pendapatnya.” Gayanya menulis nampak mengilustrasikan tesisnya bahwa kita tengah meninggalkan realitas’ dan sedang dalam perjalanan memasuki apa yang disebutnya hyperreality’; suatu tempat dimana kita bisa bersembunyi dari ilusi yang kita takutkan. Fondasi filsafat Baudrillard adalah kritisisme terhadap pemikiran tradisional dan ilmiah yang menurutnya telah mengganti realitas dengan ilusi tentang kebenaran. Jean Baudrillard, sosiolog Perancis yang terkenal karena nama buruknya, kritikus budaya, dan ahli teori postmodernitas, dilahirkan pada tahun 1929 di sebelah utara kota Reims. Seorang anak pegawai sipil dan cucu lelaki dari seorang petani, Baudrillard adalah mantan guru sosiologi di sebuah universitas, dan figur intelektual terkemuka pada saat itu. Disertasi untuk meraih gelar doktor di bidang sosiologi dikerjakan bersama-sama dengan Henri Lefebvre. Ia kemudian menjadi asisten pada bulan September 1966 di Universitas Nanterre Paris. Ia bekerjasama dengan Roland Barthes, dalam analisa semiotik dalam kebudayaan , dalam pertamanya Obyek Sistem 1968. Ia adalah juga dipengaruhi oleh Marshall McLuhan yang memperlihatkan pentingnya media massa dalam pandangan kaum sosiologis. Karena dipengaruhi oleh semangat pemberontakan mahasiswa di Universitas Nanterre 1968, ia bekerja sama dengan suatu jurnal yaitu Utopie, yang dipengaruhi oleh anarcho-situationism, teori media dan Marxisme struktural, di mana ia menerbitkan sejumlah artikel teoritis pada suasana kemakmuran kapitalis, dan kritik teknologi. Pemikiran Baudrillard dipengaruhi oleh pemikiran filsuf lain yang memiliki pemikiran tentang objectivity and linguistic-sociological interface Mauss, Surrealism and Eroticism Bataille, Psychoanalysis dan Freud, dan terutama Marxisme. Lalu ia menjadi seorang yang dikagumi sebagai seorang yang mengerti akan keadaan yang datang pada kondisi posmodernisme. Filosofi Baudrillard terpusat pada dua konsep “hyperreality” dan “simulation“. Terminologi ini mengacu pada alam yang tidak nyata dan khayal dalam kebudayaan kontemporer pada zaman komunikasi massa dan konsumsi massa. Jean Baudrillard adalah salah seorang tokoh intelektual dari masa kini yang telah menghasilkan banyak karya di bidang filosofi, teori sosial, dan budaya. Spesifikasi dan ketertarikannya terutama adalah pada post-modernisme dan post-strukturalisme. Jean Baudrillard juga dikenal sebagai seorang fotografer dan juga merupakan seorang kritikus politik yang cukup vokal dalam mengomentari berbagai dinamika terkini di ranah politik dunia. Filsuf asal Perancis ini lahir di sebuah wilayah yang terletak di timur laut Perancis bernama Reims pada 27 Juli 1929. Jean Baudrillard terlahir di sebuah keluarga menengah di mana orang tuanya berprofesi sebagai pegawai negeri. Kakeknya adalah seorang petani. Jean Baudrillard adalah satu-satunya anak yang bersekolah hingga ke tingkat perguruan tinggi di keluarganya. Dia mengambil jurusan Bahasa dan Sastra Jerman di Sorbonne University. Selulusnya dari Sorbonne University, Jean mencoba karirnya sebagai seorang pengajar bagi berbagai sekolah menengah di Perancis. Sembari mengajar, Jean juga aktif menerbitkan ulasan sastra dan juga terjemahan karya ilmiah milik beberapa penulis seperti Peter Weiss, Friedrich Engels, Karl Marx, dan sebagainya. Jean Baudrillard pun lalu melanjutkan studinya ke jenjang doktoral dan menulis tesis berjudul Le Système des objets. Selesai dengan pendidikan doktoralnya, Jean pun lalu melanjutkan karir mengajarnya. Pemikirannya terutama tentang konsep simulakra’, hyperreality’, dan ilmu simbolisme sangatlah revolusioner dan dianggap membawa sebuah angin baru bagi dunia filsafat. Dia banyak mengembangkan dan mengkritisi apa yang telah dikemukakan oleh ahli-ahli terdahulu dan mengemasnya dalam suatu sudut pandang yang berbeda sehingga memberikan khasanah dan wawasan baru bagi masyarakat. Pencetus teori terdahulu yang sering menjadi acuannya antara lain adalah Karl Marx, Jacques Derrida, Jacques Lacan, Michel Foucault, Ferdinand de Saussure, dan masih banyak lagi. Jean Baudrillard dianggap memiliki pemikiran yang sangat penuh dengan visi baru. Teori Simulasi Konsep Baudrillard mengenai simulasi adalah tentang penciptaan kenyataan melalui model konseptual atau sesuatu yang berhubungan dengan “mitos” yang tidak dapat dilihat kebenarannya dalam kenyataan. Model ini menjadi faktor penentu pandangan kita tentang kenyataan. Segala yang dapat menarik minat manusia – seperti seni, rumah, kebutuhan rumah tangga dan lainnya – ditayangkan melalui berbagai media dengan model-model yang ideal, disinilah batas antara simulasi dan kenyataan menjadi tercampur aduk sehingga menciptakan hyperreality dimana yang nyata dan yang tidak nyata menjadi tidak jelas. Kebudayaan industri menyamarkan jarak antara fakta dan informasi, antara informasi dan entertainment, antara entertainment dan ekses-ekses politik. Masyarakat tidak sadar akan pengaruh simulasi dan tanda signs/simulacra, hal ini membuat mereka kerap kali berani dan ingin – mencoba hal yang baru yang ditawarkan oleh keadaan simulasi – membeli, memilih, bekerja dan macam sebagainya. Teori ekonomi Marx, yang mengandung “nilai guna” digunakan oleh Baudrillard dalam menelaah teori produksi dan didasarkan pada semiotik yang menekankan pada “nilai tanda”. Jean Baudrillard membantah bahwa kebudayaan posmodern kita adalah dunia tanda-tanda yang membuat hal yang fundamental – mengacu pada kenyataan – menjadi kabur atau tidak jelas. Semiotika Semiotika adalah salah satu dari ilmu yang oleh beberapa ahli/pemikir dikaitkan dengan kedustaan, kebohongan, dan kepalsuan, sebuah teori dusta. Jadi, ada asumsi terhadap teori dusta ini serta beberapa teori lainnya yang sejenis, yang dijadikan sebagai titik berangkat dari sebuah kecenderungan semiotika, yang kemudian disebut juga sebagai hipersemiotika. Dalam semiotika, bila segala sesuatu yang dalam terminologi semiotika disebut sebagai tanda sign, semata alat untuk berdusta, maka setiap tanda akan selalu mengandung muatan dusta; setiap makna meaning adalah dusta; setiap pengguna tanda adalah para pendusta; setiap proses pertandaan signification adalah kedustaan. Dunia hipersemiotika tidak dapat dipisahkan dari dunia hiperealitas yang dilukiskan oleh Baudrillard. Hyper-Reality Hiperealitas menciptakan satu kondisi yang di dalamnya kepalsuan berbaur dengan keaslian; masa lalu berbaur masa kini; fakta bersimpang siur dengan rekayasa; tanda melebur dengan realitas; dusta bersenyawa dengan kebenaran. Kategori-kategori kebenaran, kepalsuan, keaslian, isu, realitas seakan-akan tidak berlaku lagi di dalam dunia seperti itu. “Baudrillard menerima konsekuensi radikal tentang yang dilihatnya sebagai sangat merasuknya kode dalam masa modern akhir. Kode ini jelas terkait dengan komputerisasi dan digitalisasi, juga cukup mendasar dalam fisika, biologi, dan ilmu-ilmu alam lainnya di mana ia memberi kesempatan berlangsungnya reproduksi sempurna dari suatu objek atau situasi; inilah sebabnya kode bisa mem-bypass sesuatu yang real dan membuka kesempatan bagi munculnya realitas yang disebut Baudrillard sebagai hyperreality.” Lechte, 2001, hal. 352 Keadaan dari hiperrealitas ini membuat masyarakat modern ini menjadi berlebihan dalam pola mengkonsumsi sesuatu yang tidak jelas esensinya. Kebanyakan dari masyarakat ini mengkonsumsi bukan karena kebutuhan ekonominya melainkan karena pengaruh model-model dari simulasi yang menyebabkan gaya hidup masyarakat menjadi berbeda. Mereka jadi lebih concern dengan gaya hidupnya dan nilai yang mereka junjung tinggi. Industri mendominasi banyak aspek kehidupan, industri tersebut menghasilkan banyak sekali produk-produk mulai dari kebutuhan primer, sekunder, sampai tertier. Ditemani oleh kekuatan semiotika dan simulasi membuat distribusi periklanan produk menjadi lebih gencar tambah lagi teknologi informasi yang memungkinkan pihak pengusaha untuk mendapatkan informasi seperti apakah masyarakat yang dihadapi, dan pihak konsumen mendapatkan informasi tentang kebutuhan yang mereka tidak butuhkan tetapi mereka inginkan. Asumsi-asumsi yang terbentuk dalam pemikiran manusia dan keinginan ini membuat manusia tidak bisa lepas dari keadaan hiperrealitas ini. Contoh Kasus Pada saat sekarang ini jaman sudah semakin modern dan canggih, hal ini merupakan salah satu pengaruh yang diberikan oleh adanya modernisasi dan globalisasi. Perkembangan modernisasi dan globalisasi telah menyebabkan adanya perilaku konsumtif yang dimiliki oleh masyarakat. Sehingga setiap adanya benda-benda maupun barang-barang yang baru keluar, masyarakat memiliki rasa ingin memiliki dan dengan adanya rasa ingin memiliki tersebut maka masyarakat akan mengusahakan berbagai cara untuk dapat membeli benda maupun barang tersebut baik dengan cara yang halal maupun tidak halal. Kita ketahui bahwa pada saat sekarang ini sebenarnya masyarakat membeli barang bukan hanya karena nilai kegunaaannya bagi kehidupan mereka, tetapi lebih kepada gaya hidup dan trend yang muncul akibat adanya rasa gengsi dan pamer dalam diri individu ataupun masyarakat. Dalam hal ini munculnya gaya hidup yang konsumerisme masyarakat diakibatkan oleh adanya media-media yang memperngaruhi, mengajak dan mengubah pola pikir maupun perilaku masyarakat. Adapun media yang dimaksudkan adanya media elektronik maupun media massa. Dengan adanya media elektronik dan media massa yang dibawa oleh pengaruh modernisasi maupun globalisasi telah menciptakan kesadaran palsu dalam kehidupan masyarakat. Dimana kesadaran palsu tersebut sifatnya berlebihan, khayalan ataupun tidak kenyataan. Misalnya individu merasa kebutuhan hidupnya telah sepenuhnya terpuaskan padahal sesungguhnya masih kekurangan, individu juga merasa hidupnya sudah makmur padahal masih miskin, dan lain sebagainya. Saat ini kita tidak sedang hidup dalam masyarakat yang berkecukupan, akan tetapi kita hidup dalam masyarakat pertumbuhan. Adapun yang dikatakan ideologi pertumbuhan pada hakekatnya menghasilkan dua hal yakni kemakmuran dan kemiskinan. Kemakmuran ialah bagi kaum borjuis yang memiliki modal dalam memenuhi berbagai kebutuhan hidup, sedangkan kemiskinan ialah bagi kaum proletar yang tidak memiliki modal dalam memenuhi kebutuhan hidup. Sehingga pada kenyataannya, pertumbuhan menjadi salah satu alat untuk membatasi ruang gerak orang-orang miskin dan hal tersebutlah yang membuat ideologi per-tumbuhan sengaja dilanggengkan untuk menjaga sistem. Menurut Jean Baudrillard pertumbuhan adalah fungsi kemiskinan. Menurutnya kebutuhan manusia akan selalu melampaui produksi barang. Masalah ini terletak pada hubungan sosial atau dalam logika sosial yang mana manusia tidak hanya mengkonsumsi barang saja, tetapi juga mengkonsumsi jasa manusia dan hubungan antar manusia. Menurut Jean Baudrillard hal ini tidak dapat diatasi oleh adanya peningkatan produksi yang disertai inovasi kekuatan produksi maupun adanya peningkatan daya beli, akan tetapi solusi dalam mengatasi masalah ini adanya adanya perubahan yang dilakukan dalam hubungan sosial dan dalam logika sosial. Kita memerlukan logika sosial untuk dapat menciptakan terjadinya pertukaran simbolik dan bukan nilai tukar. Selain itu kita ketahui bahwa saat ini konsumsi telah beroperasi pada masyarakat yang berbudaya konsumtif. Dalam hal ini manusia dalam kehidupannya akan menghabiskan waktu mereka untuk berkonsumsi serta memikirkan apa yang akan mereka konsumsi dan me-nyiapkan apa yang akan dikonsumsi. Dalam hal ini tentunya manusia dalam kehidupannya memerlukan pekerjaan untuk dapat memenuhi seluruh kebutuhannya menyangkut konsumsi, serta melanjutkan pendidikan ke jenjang yang setinggi-tingginya untuk dapat berkonsumsi yang lebih baik lagi dibandingkan dengan yang sebelumnya. Menurut Jean Baudrillard konsumsi tidak ada kaitannya atas apa yang secara umum kita pahami sebagai suatu realitas, tetapi konsumsi berkaitan dengan kepemilikan yang sistematis dan tidak terbatas sebagai tanda objek konsumsi. Dan dalam masyarakat konsumen yang dikontrol oleh kode hubungan manusia ditransformasikan dalam hubungan dengan objek terutama konsumsi objek. Objek-objek itu tidak memiliki makna karena kegunaan dan keperluan tetapi memiliki makna sendiri sebagai tanda daripada nilai guna atau nilai tukar dan konsumsi tanda-tanda objek ini menggunakan bahasa yang kita pahami. Komoditas dibeli sebagai gaya ekspresi dan tanda, prestise, kemewahan, kekuasaan dan sebagainya. Dalam kehidupannya manusia hidup dalam suatu bentuk relasi subjek-subjek yang baru yakni relasi konsumerisme. Dalam relasi tersebut masyarakat mempelajari dan menginternalisasi kode-kode sosial dari objek-objek konsumsi, baik melalui media massa maupun dari lingkungan sosial. Perkembangan budaya konsumsi yang berjalan seiring perkembangan media massa menghasilkan dampak yang signifikan dalam kehidupan manusia, terutama berkaitan dengan relasi sosial berdasarkan rasionalitas konsumsi. Jean Baudrillard mengatakan bahwa hal tersebur bertujuan untuk mengungkapkan pemahaman tentang makna kebahagiaan dan kesejahteraan dalam realitas masyarakat dan bagaimana objek konsumsi menjadi penanda sosial dalam masyarakat. Iklan, menurut Baudrillard, adalah penghancur intensitas makna dan tanpa wilayah yang jelas. Kehadiran iklan di setiap perempatan jalan, televisi, surat kabar, membentuk kesadaran akan sebuah informasi menjadi di permukaan saja. Namun, masyarakat tetap terpesona dengan kehadiran tersebut. Keterpesonaan yang dihadirkan dengan hanya mengkonsumsi tanda tersebut tanpa harus merefleksikannya. Pengertian akan konsumsi tidak bisa lagi didasarkan kepada kegiatan yang bersifat kebendaan. Konsumsi bisa terjadi pada hal yang bersifat metafisis. Konsumsi, dalam pemikiran Baudrillard, bisa terjadi pada setiap tanda-tanda, yang membawa kepada pemikiran Saussure terhadap ikatan antara penanda dan tanda. Keberlimpahan tanda-tanda yang ada berpotensi untuk saling dipertukarkan agar dapat dikaitkan dengan keberlimpahan komoditas yang ada di dalam masyarakat. Keterlepasan makna iklan bila dilihat dari tanda dan penanda pun juga terjadi. Iklan yang ada seringkali tidak lagi menjadi medium untuk menyampaikan pesan untuk dikonsumsi. Iklan menjadi berdiri sendiri dan terlepas dari tanda-penanda tersebut sehingga iklan tersebut dapat dikonsumsi. Iklan sebagai medium menjadi diragukan. Titik di mana tanda dan penanda lepas inilah, kemudian yang menyebabkan pergerakan makna menjadi tidak terbatas dan liar. Setiap hal yang ada di dunia berpotensi untuk berdiri sendiri dan dapat bertukar makna satu sama lain. Orisinalitas kebendaan menjadi suatu hal yang tidak perlu dikejar lagi. Makna sebuah iklan yang telah berdiri bebas ini, menyebabkan sebuah konsekuensi akan pengertian iklan sendiri. Iklan menjadi suatu aktivitas mendasar dan tidak lagi diartikan dalam industri ekonomi. Makna beriklan merambah kepada sains, agama maupun ideologi. Tidak ada lagi definisi untuk iklan yang siap dibenturkan secara anti-tesis karena pada masa ini. Dengan demikian, value of exchange dalam iklan tidak lagi berlaku melainkan symbolic exchange. Tanda-tanda yang dihadirkan dalam iklan dipertukarkan dengan hal lain yang lebih dekat dengan lingkungan mereka yang akan mengkonsumsi iklan tersebut. Hal ini dapat terlihat ketika iklan produk yang satu dengan iklan produk yang lain saling berkompetisi untuk saling menjatuhkan. Saling menjatuhkan tersebut bukan berdasarkan atas nama apa yang ditampilkan atau realitas dari produk itu sendiri, melainkan saling menjatuhkan apa yang ditampilkan dalam iklan. Sering ditemukan bahwa iklan-iklan yang saling menjatuhkan tersebut menyinggung jargon-jargon yang dihadirkan semata. Pepsi Cola dengan Coca Cola adalah contoh yang sangat nyata untuk menggambarkan Jean Baudrillard mengatakan bahwa saat ini tatanan masyarakat telah didasari oleh rasionalitas hedonisme yang bertumpu pada pemuasan kebutuhan dan kesenangan melalui konsumsi. Artinya bahwa saat ini kehidupan masyarakat yang sudah terkena pengaruh modernisasi dan globalisassi telah menciptakan masyarakat yang hedonisme yang mana masyarakat akan melakukan berbagai cara maupun kegiatan yang bertujuan untuk mengutamakan kesenangan dalam kehidupan mereka. Masyarakat akan bekerja untuk mencari uang yang nantinya uang tersebut dipergunakan untuk membeli barang-barang yang menurut mereka dapat memuasakan kebutuhan. Selain itu bagi mereka yang memiliki uang, mereka akan menghambur-hamburkan uang yang mereka miliki untuk hal-hal yang tidak berguna, seperti misalnya membeli minum-minuman keras, melakukan operasi plastik agar wajah terlihat lebih cantik dan lain sebagainya. Sehingga kehidupan tradisional yang penuh dengan ajaran-ajaran mengenai kesalehan, kesederhanaan, sifat-sifat altruistic dan pengekangan hasrat atau nafsu telah mengalami banyak pergeseran menjadi kehidupan yang bertumpu pada moral hedonistik yang mengedepankan pemborosan yang disebarkan oleh media massa. Pola konsumtif yang diakibatkan kapitalisme memberi dampak terhadap produksi massal yang kemudian menciptakan suatu budaya. Budaya yang begitu lekat di masyarakat atas kepemilikan suatu barang yang over production memunculkan budaya popular. Kemudian, budaya popular tersebut sudah dilihat sebagai tanda yang beredar . Dalam buku The Consumer Society Myth and Structures, Baudrillard mencoba menjelaskan bahwa struktur sosial yang telah berjalan merujuk kepada struktur sosial yang kolektif tanpa mengabaikan diferensiasi individual. Hal tersebut terlihat ketika kepemilikan terhadap satu objek menentukan identitas individu tertentu. Objek menjadi penentu identitas tersebut dihadirkan melalui tanda yang telah diciptakan. Maka dari itu, setiap manusia yang ingin memiliki indentitas, mau tidak mau, melakukan konsumsi atas barang tersebut untuk mendapatkan tanda yang diciptakan. Tujuan konsumsi bukan lagi menghabiskan atau memanfaatkan kegunaan barang konsumsi melainkan memanfaatkan tanda-tanda yang sengaja dimasukkan ke dalam barang konsumsi oleh produsen melalui sebuah usaha manipulasi kesadaran yang dibantu oleh kecanggihan media massa. Logika konsumsi yang dilakukan masyarakat, menurutnya, tidak lagi disandarkan kepada kebutuhan akan barang dan jasa lagi, melainkan keinginan akan sesuatu yang melebihi hal tersebut. Kondisi ini menuntun Baudrillard menemukan sebuah aspek yang baru yang menggerakkan masyarakat dalam melakukan pola konsumsi. Pada tingkat tertentu, logika konsumsi mengarahkan individu untuk menghabiskan produksi barang yang ada. Tentu hal ini agak berbeda dengan pemahaman Marx yang bersandar bahwa produksi menjadi penentu. Konsumsi yang dilakukan di era saat ini justru menentukan produksi selanjutnya. Dengan kata lain, masyarakat menjadi faktor bagi fungsi konsumsi tersebut. Contoh yang sangat sederhana untuk menjelaskan keadaan mengenai situasi ini adalah saat sebuah produsen alas kaki akan mencari akal supaya barang-barang yang diproduksinya tetap terbeli. Jika pola pikir masyarakat masih seperti apa yang dipikirkan oleh Marx, dimana mereka hanya membeli berdasarkan nilai guna, maka produsen alas kaki tersebut menjadi tidak akan cepat laku dan memproduksi barang secara lambat. Maka dari itu, perlu dibangun imaji-imaji yang benar-benar baru mengenai keberadaan sepatu tersebut agar hasrat untuk membeli konsumen dapat terbentuk kembali. Dengan kata lain, kegiatan konsumsi ini bukan lagi menjadi keputusan yang tentatif, melainkan pada tahap selanjutnya, konsumsi adalah sebuah sistem. Tanda-tanda yang dihadirkan untuk membentuk imaji-imaji tersebut sudah menjadi komoditas bagi konsumen. Tanda, imaji, dan pesan dapat diciptakan sehingga mengarahkan konsumen memperoleh hasrat tidak terbatas, dikondisikan untuk membutuhkan sesuatu. Dengan kata lain, rasa tidak puas selalu dimunculkan. Berlimpahnya tanda, pesan dan imaji yang beredar di masyarakat membentuk suatu struktur tersendiri yang berujung kepada kode kolektif masyarakat tetapi masih dalam pengertian Growth Society. Berlimpahnya tanda-tanda tersebut tidak berdiri sendiri. Peranan media massa tentu berpengaruh. Secara umum, perkembangan pemikiran Baudrillard telah sampai pada usahanya untuk menentukan bagaimana budaya dan iklan mengkonstitusi sebuah “kode” yang memiliki pengaruh yang sangat besar pada individu-individu. Kode ini adalah esensi dari konsumsi. Individu-individu, Baudrillard berargumen, mengkonstruksi diri mereka, sebaik-baiknya, identitas mereka dalam dan melalui respon mereka terhadap iklan dan media. Sangat tidak berguna untuk meratapi kualitas pertunjukan TV atau konsumerisme dalam pengertian liberalis dan marxis karena kevulgaran dan eksploitasi tidak relevan untuk dunia konsumer yang baru. Di dalam mal-mal dan pusat-pusat perbelanjaan, di radio dan iklan-iklan TV, sebuah budaya dikonstruksi yang akan menangkap atensi dan imajinasi tidak hanya media massa di masyarakat yang terindustrialisasi tetapi juga di masyarakat komunis dari eropa timur dan tentunya di dunia ketiga. Kondisi di mana pola konsumtif yang tercipta di dalam masyarakat Kapitalis memungkinkan ketertarikan terhadap kebendaan itu sendiri berkurang. Kondisi global juga dikaitkan dengan keberadaan barang atau jasa yang beredar dalam ranah global. Maka dari itu, iklan di setiap tempat dan budaya mutlak diperlukan. Iklan, pada akhirnya menyerap semua budaya. Jika mengaitkan iklan dengan informasi dan komunikasi seperti yang dijelaskan pada paragraf sebelumnya, maka tingkat penyerapan informasi dalam iklan menjadi tidak mendalam. Semua informasi hanya menjadi dikonsumsi secara permukaan saja. Jean Baudrillard mengemukakan analisanya bahwa wacana tentang semua kebutuhan hidup sebenarnya berakar pada antropologi naif tentang makna alamiah kebahagiaan. Pemahaman tentang makna kebahagiaan bagi masing-masing individu dalam masyarakat sekarang tidak serta merta berasal dari pemikiran alamiah manusia. Arti kebahagiaan bagi masyarakat didapat secara sosio historis, disebarkan melalui konstruksi sosial secara turun temurun. Sehingga bisa dikatakan bahwa pemaknaan tentang konsep bahagia adalah bagian dari mitos sosial. Dalam kehidupan masyarakat modern, mitos tentang kebahagiaan menyatu dengan mitos tentang kesetaraan. Dalam hal ini kebahagiaan harus bisa diukur dalam bentuk objek-objek dan tanda-tanda. Kebahagiaan haruslah selalu merujuk pada kriteria-kriteria yang berwujud dan bisa dikalkulasi. Sehingga makna kebahagiaan yang secara mendasar bersumber dari kebersamaan diantara sesama manusia dan kesenangan-kesenangan psikologis lainnya dihapuskan dan diisi dengan kebahagiaan yang dimaknai dari terpenuhinya kebutuhan akan kesetaraan dan kesejahteraan. Kebutuhan menjadi salah satu elemen dalam sistem industri, yang berbeda dengan kesenangan dan kepuasan. Konsumsi yang dilakukan masyarakat konsumen tidak lagi berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan atau bertujuan untuk mendapatkan kesenangan. Dalam hal ini konsumsi menjadi fungsi dari produksi. Oleh karena itu, semua barang-barang produksi tidak hanya berfungsi sebagai kebutuhan personal, tetapi kebutuhan yang langsung dan sepenuhnya kolektif yang artinya konsumsi tersebut lebih banyak karena faktor dorongan sosial daripada faktor kebutuhan. Sehingga kebutuhan saat ini menjadi motor atau penggerak dari sistem produksi. Namun bukan berarti kebutuhan yang mendorong produksi, akan tetapi kebutuhan dilahirkan, diciptakan dan dimaksimalkan sebagai hasil dari sistem produksi yang melimpah. Sistem kebutuhan dihasilkan dari sistem produksi. Jean Baudrillard 199875 mengemukakan genealogi konsumsi dalam menjelaskan bagaimana kebutuhan merupakan produk dari produksi pada era industrialisasi ini, yaitu Tatanan produksi menghasilkan kekuatan produktif, suatu sistem teknis yang secara radikal berbeda dengan peralatan tradisional Tatanan produksi meghasilkan kekuatan produksi yang rasional/modal, suatu sistem investasi dan kalkulasi yang rasional, yang secara radikal berbeda dengan kekayaan dan dengan model pertukaran yang sebelumnya. Tatanan produksi memberi upah kepada tenaga buruh, suatu kekuatan produktif yang abstrak, yang tersistematisasi, yang secara radikal berbeda dengan buruh kongkret dan karyawan tradisional. Tatanan produksi juga menghasilkan kebutuhan-kebutuhan, sistem kebutuhan, kekuatan permintaan sebagai suatu keseluruhan yang rasional, terintegrasi, terkontrol yang melengkapi tiga yang lain dalam suatu proses kontrol total atas kekuatan produktif dan proses-proses produksi. Kebutuhan sebagai suatu sistem juga berbeda secara radikal dengan kegembiraan dan kepuasan. Mereka diproduksi sebagai elemen-elemen sistem, bukan sebagai suatu hubungan dari individu kepada objek. Selain itu Jean Baudrillard mengatakan bahwa masyarakat konsumsi berkaitan dengan apa yang mereka miliki sebagai tanda objek konsumsi dan masyarakat konsumsi di control oleh tanda karena objek yang di pergunakan yakni sebagai tanda bukan sebagai bagian yang di konsumsi. Contohnya ialah ketika kita membeli makanan yang ada di pinggir jalan dengan yang ada di restoran. Dalam hal ini yang membedakannya bukan kepada makanannya tetapi lebih kepada tanda objeknya. Orang yang membeli makanan di pinggir jalan menunjukkan tanda bahwa orang tersebut memiliki ekonomi yang rendah yang tergabung ke dalam kaum proletar, sedangkan orang yang membeli makanan di restoran akan menunjukkan tanda bahwa orang tersebut termasuk orang yang memiliki ekonomi tinggi yang tergabung ke dalam kaum borjuis. Dari gambaran tersebut tanda pada akhirnya menunjukkan adanya status sosial dalam masyarakat. Dalam masyarakat konsumsi Jean Baudrillard menyelidiki tentang masalah dunia fashion sebagai sebuah paradigma kode. Dalam dunia fashion semua yang kita lihat adalah permainan sederhana penanda-penanda dan akibatnya hilanglah setiap sistem rujukan. Fashion tidak menciptakan apa-apa, juga tidak merujuk pada sesuatu yang nyata bahkan tidak menggiring kemanapun tetapi hanya menciptakan suatu kode. Fashion juga tidak memiliki nilai moralitas dan cenderung menyebar laksana virus dan kanker. Meskipun fashion menggambarkan dominasi kode dan juga komoditas dan simulasi ia juga dalam satu pengertian merupakan ancaman bagi sistem. Fashion adalah salah satu bidang yang bercirikan permainan ketimbang kerja dan dia adalah dunia ilusi. Ia bermain dengan sesuatu misalnya kebaikan dan kejahatan, rasionalitas dan irrasionalitas. Fashion ini mengendalikan orang muda zaman sekarang sebagai perlawanan bagi setiap bentuk perintah, perlawanan tanpa ideologi, dan tanpa tujuan. Jean Baudrillard mengatakan bahwa dalam masyarakat konsumsi banyak masyarakat yang melakukan konsumsi tidak lagi untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka yang mendesak dan tidak terbatas, akan tetapi lebih kepada untuk membuktikan dan untuk menunjukkan kemampuan dan kepemilikan mereka yang lebih dalam mengkonsumsi sesuatu. Dalam masyarakat konsumsi jika kita memiliki uang maka kita bebas mengkonsumsi apa yang kita inginkan. Namun dalam hal ini kita bebas untuk mengkonsumsi hanya semata-mata pada objek dan tanda yang berbeda-beda. Selain itu dalam masyarakat kapitalis modern saat ini orang mengkonsumsi sesuatu tidak hanya menyangkut masalah kesenangan hidup saja tetapi juga lebih kepada persoalan perbedaan dimana individu dalam kehidupan masyarakat ingin tampil beda dari yang lain dan ingin dianggap lebih mampu dari pada yang lain. Selain itu Jean Baudrillard mengatakan bahwa masyarakat konsumer merupakan tempat dimana segala sesuatu diperjual-belikan. Dalam hal ini tidak hanya semua tanda komoditas akan tetapi semua tanda adalah komoditas. Dalam masyarakat konsumer yang dimaksud diperjual-belikan yakni semua objek termasuk pelayanan seks, kebudayaan, pengetahuan dan lain sebagainya. Bagi Jean Baudrillard konsumsi adalah salah satu struktur yang bersifat eksternal dan bersifat memaksa individu dalam kehidupan masyarakat. Artinya media-media informasi maupun media elektronik seperti iklan-iklan di radio maupun televisi secara tidak langsung telah mempengaruhi pikiran masyarakat untuk mengkonsumsi benda-benda yang ditawarkan. Sehingga dalam hal ini masyarakat mau tidak mau memiliki keinginan untuk memiliki barang-barang yang ditawarkan oleh iklan tersebut. Dalam hal ini terlihat bahwa ada kalanya konsumsi tersebut memaksa individu untuk segera memiliki barang-barang yang dimaksud-kan. Akan tetapi dengan catatan apabila individu tersebut melakukan berbagai cara untuk dapat memiliki barang yang di tawarkan oleh iklan tersebut seperti misalnya dengan cara mencuri untuk mendapatkan uang. Dimana nantinya uang yang dia peroleh dari hasil curian tersebut dipergunakan untuk membeli barang-barang yang ingin dia konsumsi. BAB III PENUTUP KESIMPULAN Konsumsi berhubungan dengan masalah selera, identitas dan gaya hidup. Konsumsi dapat membentuk identitas seseorang dari barang-barang simbolis yang ia konsumsi. Hubungan antara konsumsi dan gaya hidup terbentuk ketika kita melihat seseorang dalam mengkonsumsi suatu barang maka akan terlihat bagaimana gaya hidup mereka. Selain itu konsumsi dapat juga dijadikan acuan dalam penjenjangan suatu kelas social. Kenyataan yang terjadi di Indonesia adalah bahwa penggerak kedinamisan dalam masyarakat adalah kelas menengah. Ketika kita menbedakan masyarakat kelas menengah dalam dua bagaian, yakni abangan dan santri, maka akan terlihat jelas bagaimana konsumsi dan gaya hidup yang terjadi pada dua kelompok tersebut. Mereka lebih suka berpegangan pada keyakinan masing-masing. Sehingga baik konsumsi dan gaya hidup kaum santri maupun abangan, masing-masing dari mereka telah berperan dalam perkembangan perekonomian nasional, walaupun dengan keyakinan dan pilihan sendiri-sendiri. Samaseperti beberapa tukang sayur berikut ini, mereka memilih berjualan sayur untuk menyambung hidup tanpa mengenal gengsi. Dan istimewanya, mereka menggunakan motor sport untuk melakukan pekerjaannya. Aksi mereka yang tertangkap kamera sempat viral di dunia maya. Dan oleh warganet, aksi tukang sayur ini dijadikan meme kocak yang isinya nampol Bagi sebagian orang, nggak mudah untuk bisa memilih studi di bidang seni. Salah satu problem yang mungkin dihadapi adalah restu orang tua. Masih ada persepsi kolot dan salah kaprah yang beredar di masyarakat. Misalnya, “Nanti jadi apa?”, “Itu sih, bukan kuliah, tapi hobi!” Padahal, belum tentu mereka tahu tentang gimana bidang seni, lho. Seperti bidang lainnya, berbagai program studi di bidang seni kini sudah banyak dipengaruhi oleh perkembangan teknologi dan dunia digital. Kegunaan ilmu seni pun nggak sebatas pemenuhan nilai estetika. Banyak jurusan bidang seni yang beririsan dengan bidang lain seperti komunikasi, ekonomi, hingga teknik, serta memiliki prospek karier yang oke. Cakupan Studi Bidang Seni Umumnya, seni bisa dikelompokkan menjadi 5 bagian, yaitu seni rupa, seni kriya, seni drama, seni tari, dan seni musik. Kelima bagian seni ini menjadi cikal bakal jurusan seni yang dapat dikembangkan sesuai dengan budaya, selera masyarakat sekitar, atau bahkan dipadu-padankan untuk menghasilkan suatu bentuk karya seni yang baru. Secara konvensional, bidang seni terbagi menjadi dua cabang, yaitu seni murni dan seni terapan. Keduanya-sama-sama menjunjung nilai estetik dan nilai luhur. Bedanya seni murni tidak bisa diproduksi secara missal, seperti halnya seni terapan yang memang ditujukan sebagai solusi dari untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Intervensi teknologi dan bekembangnya dunia digital dalam segala aspek kehidupan manusia, juga mempengaruhi bidang seni. Sekarang ini, ada banyak program studi di bidang seni yang berhubungan dengan ilmu di bidang lain, misalnya jurusan Desain Komunikasi Visual yang memadukan ilmu seni, komunikasi, dan teknologi, serta Desain Produk yang juga mempelajari teknik, psikologi, dan ekonomi. Selain itu, spesifikasi dalam bidang seni terapan juga memungkinkan kamu untuk menggali ilmu seni yang lebih dalam pada satu area tertentu, seperti Tata Boga food styling, Fashion Design, Tata Rias dan Kecantikan, Animasi, Fotografi, sampai Interactive Design. Wow! Sejarah dan Perkembangan Bidang Seni Seni sudah ada di muka bumi ini sejak dahulu kala dan merupakan hasil dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh manusia. Dan sebenarnya, seni nggak akan pernah bisa terlepas dari kehidupan kita, karena apapun yang kita lakukan, pasti mengandung suatu unsur seni. Karya seni tertua yang bisa kita temukan adalah lukisan-lukisan yang tertera di dinding-dinding gua yang ditinggalkan oleh manusia purba untuk mendeskripsikan kehidupan mereka pada saat itu. Pada awalnya, seni diciptakan dari pengetahuan individu yang dibuat untuk konsumsi bersama. Makanya, karya-karya seni zaman baheula nggak pernah mencantumkan nama senimannya itu sendiri, karena pada saat ini manusia menanggap seni sebagai sesuatu yang menandakan kebudayaan yang saat itu mereka jalani. Semakin berkembangnya pemikiran manusia, karya seni pun mulai digunakan sebagai sarana pengekspresian diri sebagai respon terhadap keadaan lingkungan dan masyarakat. Karya-karya seni yang dulunya hanya sebatas artefak, perabot, dan patung-patung pujaan mulai berevolusi menjadi lebih kompleks dan ekspresif di era reinassance, atau Eropa pada akhir abad 15. Ketika itu, perkembangan ilmu Filsafat, Sastra, Sains, serta musik mempengarui Seni. Mulai dari situ, kita bisa melihat aliran-aliran seni, terutama seni lukis, yang mulai bermunculan sesuai dengan aliran sikap dan ekspresi seniman yang menciptakannya. Antara lain, surealisme ada unsur kejutan dan nggak lazim, dadaisme tidak lazim, bertolak belakang dengan konsep di masyarakat, ekspresionisme dramatis dan bold, dan biasanya membawa pesan tertentu, fauvism menggunakan warna yang kuat, sampai futurism menekankan pada proses, nggak banyak orang yang bisa mengerti hasil karyanya. Selanjutnya, berkembang seni post-modern atau kontemporer menjadi lebih praktis alias memiliki nilai guna. Yup, manusia semakin peka dan kritis dalam mengapresiasi dan melihat fenomena masyarakat. Pelaku seni nggak hanya membuat karya yang mengandung nilai estetik, tapi juga karya yang memberikan solusi bagi masalah yang terjadi dalam masyarakat. Teknologi dan dunia digital juga membuat seni semakin mudah untuk diapresiasi dan dipahami. Kini, karya seni dapat disampaikan dalam berbagai medium yang interaktif, mulai dari event seni sampai animasi. Sekarang bahkan sudah ada lho, gaes, jurusan kuliah yang menggabungkan penggunaan teknologi dalam penciptaan karya seni, yaitu Art and Technology di Aalborg University, Denmark. Jadi, teknologi mempengaruhi penciptaan karya seni dalam berbagai aspek—nggak cuma dalam proses, namun juga dalam presentasi hingga interprestasinya. Bicara soal pengaruh teknologi pada bidang seni, seni digital merupakan contoh yang paling banyak kamu temui. Mulai dari penggunaan komputer untuk melakukan rekayasa audio dan visual, 3D printing, mirrorwall yang bisa menerjemahkan gerak-gerik kamu menjadi karya seni dua dimensi, hingga pagelaran seni Assemblace di London yang menghibur pengunjung untuk mengekspresikan diri menggunakan laser beam. Wow! Udah ngomong panjang lebar gini soal seni, sebelumnya kamu paham, nggak sih, apa faedahnya kita belajar seni? Menurut pemikiran Alain de Botton, seorang penulis dan presenter asal Inggris yang suka membahas hal-hal filosofis, manusia perlu mempelajari seni karena Seni membuat kita terus optimis dan punya harapan. Secara insting, manusia memang suka dengan hal-hal cantik, termasuk karya seni. Itulah kenapa hal-hal cantik menjadi penting, dan “hal-hal cantik” ini termasuk seni, dalam bentuk apapun. Hal-hal cantik bisa menjadi memicu rasa optimisme dan harapan, yang sangat kita butuhkan di dunia yang kacau ini. Jadi, masuk akal, kan, kalau kamu lebih suka follow selebgram yang feeds-nya nyeni abis? Seni membuat kita merasa “punya teman”. Nggak semua karya seni itu “cantik”. Tetapi karya seni yang dark, gloomy, dan “depresi” pun banyak yang suka. Kenapa? Pada kenyataannya, banyak orang menyimpan rasa depresi dalam hatinya. Intinya, seni bisa membuat kita jujur terhadap diri kita sendiri. Medsos dan internet mungkin penuh dengan meme-meme lucu, OOTD keren, komik-komik kocak. Namun sepintar apapun kita mengalihkan perhatian ke hal-hal tersebut, kalau lagi sedih, ya sedih aja. Nah, karya seni yang bagus bakal bisa memancing perasaan terdalam tersebut, dan mengingatkan kita untuk nggak terus-terusan “pakai topeng”. Seni bisa menyeimbangkan jiwa kita. Misalnya gini. Kalau kamu orangnya meledak-ledak, mungkin kamu jadi tertarik sama karya seni yang hawanya “tenang”, karena kamu memang butuh ketenangan. Kalau kamu merasa hidup kamu keras dan kurang kasih sayang, mungkin kamu jadi sama tertarik sama karya seni yang penuh kelembutan dan menunjukkan cinta dalam keluarga. Simpel, kan? Seni membuat kita menghargai hal-hal kecil yang tampak sepele. Sejak dulu, para seniman—lewat karya seni mereka—berusaha memberitahu kita bahwa, hei, hal-hal yang perlu kamu perhatikan bukan cuma selebriti dan hal-hal yang serba komersil, lho. Contohnya, Pelukis Albert Durer bisa membuat RUMPUT tampak glamor. John Constable bisa membuat LANGIT tampak glamor. Van Gogh bisa membuat JERUK tampak glamor! Kalau kita terbiasa memperhatikan hal-hal kecil dan memandang sesuatu dari perspektif lain, menurut saya, lama-lama sikap empati dan kreativitas kita akan sangat terasah. Ingat, kreatif itu BUKAN berarti jago membuat karya seni, lho. Kreatif bisa berarti memiliki banyak ide cemerlang serta jago memecahkan masalah atau mencari jalan keluar. Seni adalah propaganda positif untuk kemanusiaan Kesimpulannya, seni memang bisa dilihat sebagai propaganda, untuk memotivasi dan memberikan kamu energi untuk mencapai sebuah tujuan. Dengan kata lain, seni bisa jadi propaganda positif. Pesan dalam iklan, poster, musik dan seni lainnya bisa menggerakkan seseorang untuk lebih peduli. Gambaran Bidang Seni di Indonesia Bidang seni di Indonesia bisa dibilang sangat unik, karena memadukan unsur-unsur luhur kebudayaan bangsa dengan perkembangan teknologi di era digital ini. Sedari dulu, ilmu Seni di Indonesia sudah berkembang. Ini bisa kita lihat dari kekayaan bangsa berupa seni tari, seni kriya, seni rupa, sampai seni musik lokal yang sangat beragam dari seluruh penjuru wilayah Indonesia. Bahkan, saking bernilainya, ada jurusan seni tradisional seperti Seni Pendalangan dan Seni Karawitan yang bisa kamu pelajari jika kamu memiliki passion dalam mendalami dan melestarikan seni dan kebudayaan kita! Pengaruh teknologi dan digitalisasi sendiri membawa angin segar dalam dunia seni Indonesia seperti halnya yang terjadi si seluruh dunia. Kemudahan dalam bertukar informasi, perkembangan teknologi dalam penciptaan karya seni, serta majunya persepsi masyarakat modern terhadap seni itu sendiri membuat bidang seni di dunia dan Indonesia semakin berjaya. Contohnya, Indonesia mulai menerapkan sistem pendidikan STEAM di mana unsur seni Arts dinilai nggak kalah penting. Pemerintah juga mendukung bidang seni dengan mengedepankan ekonomi kreatif dan program pariwisata budaya. Tujuannya, untuk menciptakan sumber daya manusia yang memiliki dasar pemikiran ilmiah, namun juga mampu berpikir out of the box supaya bisa memberikan solusi nyata bagi masyarakat. Kenapa Harus Pilih Bidang Seni? Alasan utama kenapa kamu harus mengambil bidang ini adalah passion di bidang seni. “Nyeni” itu nggak sembarangan, lho, gaes. Seni bukan soal selera ataupun keren-kerenan budaya, tetapi adalah bagaimana seseorang dapat mengapresiasi segala hal yang ada di dalam aspek kehidupan bermasyarakat. Alasan lainnya adalah kamu memiliki kemampuan seni. Biasanya, calon mahasiswa yang ingin masuk jurusan di bidang seni, harus memiliki skill dasar. Misalnya, untuk masuk jurusan Seni Rupa, Desain Grafis, atau Fashion Design, akan ada tes menggambar. Adapula, ujian musikalitas, menari, dan aksi teater, untuk bisa masuk program studi Musik, Tari, dan Drama. Selain itu, dunia seni kini juga nggak sebatas penciptaan seni yang penuh nilai estetik dan daya guna aja, lho. Penggunaan teknologi dalam perkembangan bidang seni juga mempengaruhi tren karier di bidang ini. Sebut saja jurusan Desain Komunikasi Visual dan Interactive Digital Media yang menghubungkan ilmu komunikasi, ekonomi, sains, serta teknik dan digital. Ketertarikan dengan perpaduan ilmu ini bisa menjadi alasan untuk memilih program studi di bidang seni. Alasan lain adalah kamu ingin memiliki karya yang memberi pengaruh dan manfaat untuk orang lain. Sebab seni nggak cuma menciptakan sebuah karya yang indah dan menghibur, tapi juga dapat menjadi solusi yang tepat guna atas masalah yang timbul dalam masyarakat. Misalnya, poster dan billboard berisi kampanye sosial yang banyak kamu lihat di jalan besar merupakan karya seni yang menghibur sekaligus memberikan solusi, lho! Trus, jangan lupakan juga dengan seni murni serta seni lokal yang kini menjadi sorotan masyarakat global, ya, gaes. Jika kamu memang tertarik untuk melestarikan seni sebagai salah satu kekayaan bangsa kita, tentunya tepat jika kamu memutuskan untuk mendalami seni. Program Studi di Bidang Seni yang Bisa Kamu Pilih Dari namanya, mungkin kamu bisa menebak kalau jurusan-jurusan yang tersedia di bidang seni nggak bakal jauh-jauh dari rancangan atau kebudayaan. Pokoknya yang embel-embelnya estetika, deh! Namun, seiring berkembangnya penggunaan teknologi dalam dunia seni, sudah banyak jurusan-jurusan yang lebih spesifik dalam mengkaji seni serta lebih relevan dengan kegunaan praktis. Kamu-kamu yang tertarik kuliah di bidang seni, mesti tahu berbagai jurusan berikut ini Seni Rupa Murni di sini, nggak hanya memanfaatkan seni untuk tujuan praktis, tapi juga memahami fungsi dan proses untuk meningkatkan kualitas kehidupan, yang mendorong kita untuk menghasilkan proses penciptaan atau apresiasi seni rupa yang estetis. Seni Kriya berfokus pada pengetahuan, keterampilan, dan kreativitas dalam menciptakan karya rupa dengan mengolah berbagai materi menjadi karya seni baru yang fungsional dan benilai seni tinggi. Seni Musik program studi ini memberikan kamu kesempatan untuk mempelajari musik sebagai medium untuk mengekspresikan seni melalui bunyi dan ritme. Kamu akan mempelajari banyak hal, mulai dari sejarah musik, teori musik, produksi musik, hingga komposisi musik. Seni Tari program studi ini mempelajari gerakan yang diciptakan oleh manusia yang diiringi dengan ritme, irama, dan musik. Seni Tari mempunyai peran yang penting baik dari segi budaya maupun segi hiburan, karena mengandung ungkapan perasaan, maksud, dan pikiran. Seni, Drama, Tari, dan Musik Sendratasik program studi ini sangat responsif dan berkepentingan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Kegiatan pengkajian ilmu dengan “meneliti” dan kegiatan penciptaan karya seni dengan “pementasan karya seni” terkait langsung dengan tujuan universitas yang konstruktif dan nyata pada bidang eksakta, sosial, maupun humaniora. Etnomusikologi disebut juga dengan Antropologi Musik. Sesuai namanya, merupakan gabungan dari ilmu tentang musik dan kebudayaan. Sederhananya, Etnomusikologi mempelajari tentang hubungan aspek sosial budaya terhadap musik dan tari dalam lingkup global dan lokal. Tata Boga program studi Tata Boga mengajak para mahasiswa untuk mempelajari segala hal yang berkaitan dengan dunia masak-memasak, mulai dari sejarah, filosofi, proses dan teknik pembuatan, gizi, sampai penataan dan penyajian makanan. Tata Rias dan Kecantikan di sini, kamu akan mempelajari tata rias Indonesia dan internasional, Beberapa hal yang dipelajari adalah cara menyanggul, menata rambut, memotong rambut, merias wajah menggunakan bahan dan alat kosmetika. Desain Interior program studi ini mempunyai subyek pembelajaran tentang perancangan dan penataan ruang di dalam rumah, perkantoran, mall, hotel, layout display gerai, hingga tata panggung pertunjukan. Desain Produk program studi ini dikenal juga dengan Industrial Design, yang mempelajari perencanaan dan perancangan barang, Tujuannya untuk memenuhi kebutuhan manusia yang mengutamakan kenyamanan indarawi, kenyamanan fisik, dan kenyamanan nilai produk. Furniture Design berbeda dengan desain interior, jurusan ini spesifik mempelajari furnitur dan aksesoris-aksesoris lainnya sebagai seni yang akan mengisi interior rumah, berupa pengetahuan tentang furnitur secara saintifik, keahlian praktis untuk menciptakan karya desain furnitur, dan tentu saja bekal untuk memiliki semangat dan keahlian berwirausaha. Seni Pendalangan adalah salah satu jurusan yang sangat spesifik, yang mempelajari seni pertunjukan wayang tradisional dan konsep dasar pakeliran instrumen dalam pementasan wayang. Seorang dalang harus dapat membangun isi dari cerita, dan bisa menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan nilai-nilai kekinian. Seni Karawitan Jurusan ini mempelajari berbagai hal yang berkaitan dengan karawitan, di mana lulusannya harus mampu menjadi pangrawit andal, komposer, dan peneliti yang bisa beradaptasi dengan teknologi, budaya, dan segi ekonomi. Tata Busana Fashion Design mempelajari tren dan gaya berpakaian, yang juga membekali mahasiswanya dengan ilmu untuk membawa bisnis fashion ke jenjang fashion yang ready to wear, seperti menciptakan mode baju, aksesori, sepatu yang diharapkan menjadi tren terbaru dan kewirausahaan yang akan menghasilkan produk maupun bisnis yang berkelas internasional untuk memajukan dunia mode dan mengangkat budaya Indonesia di ajang global. Animasi Jurusan ini mempelajari teknik menampilkan gambar berurut sedemikian rupa sehingga muncul ilusi gerakan motion pada gambar yang ditampilkan. DKV New Media mempelajari desain komunikasi visual dengan fokus pada multimedia, yang mulai digunakan sebagai media komunikasi baru untuk menyampaikan pesan. DKV Creative Advertising program studi ini lebih mengkhususkan diri dalam pengembangan kreativitas tiap mahasiswanya untuk mengeksplorasi berbagai macam ide dan bentuk komunikasi visual dalam periklanan. Fotografi program studi ini mempelajari teknik pengambilan gambar untuk mendapatkan hasil foto yang bagus. diantaranya adalah dengan mengetahui komposisi yang benar, pencahayaan yang baik, dan momen yang tepat. Audio Engineering mempelajari segala sesuatu berkaitan dengan keteknikan audio untuk musik, film, dan televisi, seperti mixing dan mastering menggunakan software pengolahan audio, menggunakan dan mengatur hardware audio studio, teknologi musik digital, teknik recording dan editing audio. Metode Belajar yang Sesuai Nggak seperti halnya program studi di bidang lain yang hanya menerapkan seleksi tertulis atau sekadar setor nilai rapor, jurusan Seni punya aturan sendiri untuk menyeleksi mahasiswa pilihannya, lho, yaitu dengan ujian praktik. Ujian praktik juga akan banyak kamu temukan semasa kuliah. Menekuni studi di bidang ini memang kompleks sebab persepsi seni tidak pernah sama di mata orang lain, sehingga tolak ukurnya pun relatif pada indera, pemikiran, dan perasaan yang menciptakan maupun yang menikmatinya. Jadi penilaian Seni nggak bisa sekadar benar-salah ataupun baik-buruk. Studi Seni sendiri nggak hanya untuk menciptakan karya, tetapi juga bagaimana memahami dan mengapresiasi karya seni. Maka, metode active learning merupakan metode yang tepat untuk mempelajari bidang seni. Metode active learning memungkinkan mahasiswa untuk terjun langsung dalam merasakan pengalaman dari suatu seni. Mereka dilatih agar mampu memotivasi diri dan memperkaya diri dengan ilmu pengetahuan, yang berguna dalam proses memahami serta menciptakan karya seni. Selain melakukan banyak riset terhadap dunia seni, mahasiswa juga harus aktif mengamati permasalahan yang terjadi di tengah masyarakat. Ini supaya mahasiswa Seni dapat memahami peran seni dalam kehidupan masyarakat, sehingga dapat menghasilkan karya yang sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya. Aspek demografis, kebudayaan, kepercayaan, dan selera masyarakat perlu dipertimbangan untuk dapat memahami bentuk seni yang relevan dengan kebutuhan tersebut. Aktif dalam belajar juga berarti aktif untuk dapat mengasah imajinasi dan kreativitas serta berani untuk mempraktikannya. Sebab tanpa praktik, nggak akan lahir karya seni. Misalnya, mahasiswa Seni Musik selain harus menguasai pengetahuan sejarah dan perkembangan musik lokal maupun global, ia juga harus banyak berlatih menggunakan berbagai instrumen musik. Tujuannya, untuk mendapatkan pengetahuan permainan musik yang mendalam serta sebagai proses dalam penciptaan suatu karya seni musik. Begitu pula dengan mahasiswa Desain Komunikasi Visual Animasi. Mereka nggak hanya dituntut untuk memahami teori-teori penciptaan animasi, melainkan juga harus aktif terjun untuk mencari tahu apa yang dibutuhkan serta diminati oleh masyarakat. Supaya mereka dapat menyampaikan pesan dari karyanya tersebut dengan baik dan tepat sasaran. Apresiasi juga merupakan salah satu elemen penting dalam proses active learning, karena melalui apresiasi seni mahasiswa dapat memahami esensi pembelajaran bidang seni yang sesungguhnya. Kunjungan ke galeri, museum, pertunjukkan, serta acara pameran seni menjadi contoh apresiasi dalam proses dalam mempelajari seni. Karakter Mahasiswa yang Sesuai dengan Bidang Seni Kreatif. Apalah arti seni tanpa kreativitas? Untuk bisa memahami dan menciptakan suatu karya seni, kamu butuh kreativitas tinggi. Dengan berpikir kreatif kamu menyimpulkan ide, solusi, serta pemikiran baru. Kritis. Sikap kritis diperlukan bagi mahasiswa yang mendalami bidang ini, untuk dapat memahami esensi dari karya seni itu sendiri. Di samping itu, dengan sikap yang kritis, mahasiswa bisa menganalisa fenomena di masyarakat dan memberi solusi atau karya yang tepat. Independen. Mahasiswa seni yang jempolan adalah mereka yang mampu memotivasi diri sendiri untuk berekspresi menciptakan sesuatu yang memiliki nilai keindahan dan daya guna. Rasional. Seni nggak hanya membutuhkan imaninasi, tapi juga rasionalitas dalam dalam setiap analisa fenomena dan permasalaahan. Detail dan terstruktur. Seni yang kreatif dan rasional butuh dikerjakan dengan detil dan rinci, Ini agar masyarakat dapat merasakan keindahan dan keunikan dari karya seni itu tersebut. Berwawasan luas. Luasnya wawasan seorang individu sangat dibutuhkan karena bidang seni banyak terkait dengan bidang lainnya. Tekun. Mempelajari dan memahami Seni bukanlah hal yang mudah, sehingga kamu butuh ketekunan untuk dapat mengapresiasi Seni itu sendiri. Ketekunan juga diperlukan dalam meningkatkan skill seni dan untuk menghasilkan suatu karya. Observan. Mahasiswa seni harus hobi menilik segala sesuatu dan mencari tahu lebih dalam mengenai hal apa pun yang terjadi di sekelilingnya. Supaya dapat menciptakan pemikiran dan ide yang nggak hanya kreatif, namun juga bermakna bagi sekitarnya. Berpikiran terbuka. Seni bukanlah sesuatu yang statis. Seni berkembang seiring dengan kemajuan zaman. Seni juga bisa dilihat dari berbagai perspektif. Diperlukan pikiran yang terbuka untuk dapat menerima segala informasi baru dan perubahan yang terjadi dalam seni. Seorang pekerja seni juga harus bisa beradaptasi dengan perubahan. Kemampuan Pendukung yang Dibutuhkan Mahasiswa dan Lulusan di Bidang Seni Nggak sembarang orang bisa menjadi lulusan bidang seni yang berkualitas. Untuk menjadi pekerja seni yang andal, selain memiliki skill seni sesuai bidang yang ditekuni, diperlukan kemampuan seperti Kemampuan komunikasi. Keefektifan dalam berkomunikasi menjadi kemampuan yang paling penting. Seorang pekerja seni harus bisa mengkomunikasikan pesan melalui karyanya. Seorang pekerja seni juga harus bisa mempresentasikan idenya. Apalagi jika bekerja dengan tim. Teamwork. Seni seperti pementasan, pagelaran, hingga iklan, umumnya dikerjakan dalam sebuah tim, yang terdiri dari pekerja seni maupun dengan non pekerja seni. Kemampuan berbahasa asing. Penguasaan bahasa asing terutama Bahasa Inggris sangat diperlukan untuk memahami textbook serta mempermudah komunikasi dan networking. Kemampuan bahasa ini juga akan mempermudah kamu dalam memperkenalkan seni Indonesia ke dunia atau ketika bekerja di perusahaan multinasional. Internet/Digital literacy. Perangkat elektronik, software, internet, dan teknologi di bidang seni akan terus berkembang. Maka, kefasihan mahasiswa serta pekerja Seni dalam menggunakan teknologi dan instrument digital akan sangat dibutuhkan. Kewirausahaan Karena banyak pekerja bidang seni yang membuka usaha sendiri, seperti galeri dan studio musik atau bekerja freelance, maka skill wirausaha dan bisnis akan sangat membantu. Profesi dan Karier di Bidang Seni Berkat globalisasi dan perkembangan teknologi, prospek profesi dan karier di bidang seni dari tahun ke tahun semakin terbuka lebar. Bidang seni nggak hanya berfungsi bagi pelestarian budaya dan konservasi seni murni, tetapi juga pemanfaatan bidang terapan. Umumnya, lulusan bidang seni berkarier sebagai Pengamat seni, seperti kurator, kritikus atau bahkan konservator yang bekerja di lembaga-lembaga non-profit yang bergerak dalam bidang seni dan kebudayaan. Seniman. Profesi ini sesungguhnya memiliki makna yang sangat luas, karena siapa pun yang mampu menciptakan suatu karya seni disebut juga dengan seniman, baik itu dalam seni murni, musik, kriya, tari, tradisional, sampai seni digital. Freelancer. Dengan gencarnya intervensi teknologi dalam bidang seni, kini dunia freelance semakin digandungi oleh para lulusan bidang seni. Mulai dari animator, fotografer, graphic designer, UI/UX Designer, sampai campaign conceptor. Pekerjaan-pekerjaan spesifik sesuai jurusan yang diambil, seperti fashion designer Fashion Design, chef Tata Boga, Make-up Artist Tata Rias, dan sebagainya. Bekerja di berbagai perusahaan, mulai dari start-up, nasional, hingga multinasional. Biasanya perusahaan memerlukan jasa desainer grafis dan desainer produk. Entrepreneur. Bisa juga menjadi pelaku bisnis jika memang dapat menciptakan karya seni dengan nilai jual dan manfaat yang tinggi. Contoh aja Carline Darjanto, lulusan jurusan Fashion Design LaSalle College yang sukses menjadi Creative Director sekaligus co-founder brand clothing line COTTON INK! Industri periklanan. Lulusan Seni bisa bekerja sebagai bagian kreatif/artistik, art director, atau bagian desain. Jangan lupa, hal yang paling penting untuk dilakukan oleh para mahasiswa Seni untuk membangun karier sejak di bangku kuliah adalah dengan mulai menyusun portfolio. Portfolio atau kurasi karya orisnil yang berkarakter dan berkualitas, akan menjadi bagian penting dalam “CV” kamu. Prospek Bidang Seni di Masa Depan Prospek profesi dan karier di bidang seni di Indonesia, terutama di era modern seperti saat ini, cukup menggembirakan. Thanks to globalization and technology, bidang seni kini menjadi salah satu bidang yang semakin potensial untuk digeluti di masa yang akan datang. Berdasarkan situs resmi Bekraf Badan Ekonomi Kreatif, Indonesia menjadi salah satu negara di dunia yang memiliki kinerja pertumbuhan ekonomi paling hebat. Tahun 2015 lalu, kita mencatat pertumbuhan Produk Domestik Bruto PDB sebanyak 4,79%. Ini lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi global yang diperkirakan hanya mencapai 2,4%. Iklim yang positif ini tentunya menjadi momen yang tepat bagi pemerintah untuk mengokohkan fondasi perekonomian, terutama pada sektor riil—yang salah satu prioritasnya adalah ekonomi kreatif. Ekonomi kreatif dibangun dengan karya seni, arsitektur, buku, inovasi teknologi, dan animasi, Pemerintah optimis bahwa ekonomi kreatif akan menjadi tulang punggung perekonomian nasional, sehingga sangat besar peluang bagi para pekerjanya. Pelaku industri kreatif di Indonesia bergerak di beberapa bidang seperti game, arsitektur, desain interior, desain produk, fashion, film, animasi, kuliner, seni rupa dan musik. Sedangkan tiga besar penyumbang keuntungan dari bidang Kreatif saat ini adalah fashion, kerajinan, dan kuliner. Jumlah pelaku industri kreatif sendri hingga awal tahun 2017 mencapai 15 juta dan diperkirakan meningkat dua kali lipat menjadi 30 juta pada 2020. Nggak percaya? Perhatikan pekerjaan sebagai make-up artist yang dulunya mungkin kurang dianggap. Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, terdapat peningkatan penjualan kosmetik 14 persen menjadi Rp 9,76 triliun dari sebelumnya Rp 8,5 triliun. Hal ini seiring dengan maraknya beauty blogger/vlogger. Profesi makeup artist sendiri mengalami pertumbuhan sebesar 28% selama lima tahun terakhir, lho! Di sisi lain, menurut ketua Bekraf, Triawan Munaf, hal yang masih menghambat industri kreatif adalah soal infrastruktur yang masih kurang, aturan dan jaminan Hak Kekayaan Intelektual, serta akses ke modal. Dunia digital yang kini sangat digandrungi oleh anak muda membuat beberapa profesi bidang seni—terutama seni digital—semakin naik daun. Kamu tahu, nggak, kalau menurut data US Bureau of Labor Statistics, profesi yang tergolong baru seperti UI/UX designer akan menjadi salah satu dari sepuluh pekerjaan yang paling dicari di masa depan, dengan peningkatan prospek kerja 22 kali lipat per tahunnya sejak sepuluh tahun terakhir? Wow bingit! Nggak cuma itu, profesi lain seperti product designer dan graphic designer, web/multimrfia graphic designer, juga menjadi salah satu pekerjaan yang paling menjanjikan di masa yang akan datang. Pasalnya, perusahaan-perusahaan yang bermunculan, mereka harus bisa membuat suatu point of parity yang membuat perusahaan mereka lebih menonjol dan beda dibanding perusahaan lain, sehingga masyarakat menaruh minat yang lebih tinggi kepada mereka. Dan itu diwujudkan melalui desain produk, logo, desain kampanye promosi, dan lainnya. Mengenai pekerja seni/desain lepas di Indonesia, sampai saat ini memang belum ada data jumlahnya. Tapi, menurut portal pekerja lepas terbesar di dunia per Oktober 2015, terdaftar sekitar 550,000 pekerja lepas asal Indonesia. Pekerjaannya antara lain seputar teknologi, desain, serta tulisan/terjemahan, Harga rata-rata satu proyek yang ditangani freelancer, misalnya satu desain, bisa mencapai 1 sampai 5 juta rupiah, lho! Oya, sekarang kan, sudah banyak aplikasi desain yang bisa diutak-atik sendiri, apakah ini akan mematikan/menggeser pekerjaan seorang desainer grafis? Menurut Adrina P. Raras, Koordinator Artistik media GADIS yang merupakan alumni DKV Binus, yang membedakan desainer grafis dengan orang awam yang memakai software desain/editing adalah kemampuan dan latar belakang ilmu seni. Kalau sekadar bisa menggunakan software desain atau editing, sih, sama aja kayak operator digital,” jelas Raras. Di sektor lain, prospek seni tradisional Indonesia juga sangat baik. Indonesia memerlukan anak-anak muda terbaik yang kritis, kreatif, dan inovatif untuk melestarikan seni serta budaya yang merupakan kekayaan bangsa yang nggak ternilai harganya. Lulusan Seni Tradisional masih sangat sedikit, dan kemampuan mereka dicari. Berdasarkan data statistik Kementerian Pariwisata tahun 2016, angka wisatawan mancanegara ke Indonesia meningkat rata-rata 10-18% selama 5 tahun terakhir. Pemerintah terus mendorong pertumbuhan ekonomi kita dalam sektor Pariwisata dengan menggencarkan misi budaya berupa eksibisi berbagai karya seni lokal dalam program-program wisata tanah air, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Inspirasi Profesional di Bidang Seni Didik Nini Thowok alumni FSP Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Seorang maestro seni tari Indonesia yang kerap berlalu-lalang memperkenalkan budaya lokal ke kancah Internasional. Ia menjadi salah satu pembicara seminar TEDx sebagai publik figur yang mengangkat isu diskriminasi gender pada penari. Keren! Hanung Bramantyo alumni FFT Institut Kesenian Jakarta. Sutradara kenamaan Indonesia yang sudah memiliki ratusan filmografi berkualitas dan segudang penghargaan, salah satunya Sutradara Terbaik dalam ajang Festival Film Indonesia pada tahun 2005 dan 2007. Yohanes Auri alumni School of Design Universitas Bina Nusantara. Founder dan CEO Flux Design Asia, perusahaan jasa desain grafis yang kini menjadi langganan klien berupa perusahaan taraf multinasional seperti BNI, Pertamina, dan Bank of Tokyo. Carline Darjanto alumni Fashion/Apparel Design Lasalle College of Fashion. Lulusan terbaik tahun 2008 ini merupakan co-founder brand fashion ternama tanah air Cottonink yang memulai penjualannya secara online. Cewek yang namanya masuk Forbes 30 Under 30 Asia sebagai salah satu anak muda inspiratif dan berprestasi ini menjabat sebagai CEO sekaligus Creative Director Cottonink. Rekomendasi Perguruan Tinggi dengan Program Studi Bidang Seni Terbaik di Indonesia Karena sifatnya yang dinamis dan selalu dibutuhkan di setiap aspek kehidupan manusia, jurusan-jurusan yang ada di bidang seni tersedia di berbagai perguruan tinggi, baik institusi Seni maupun kampus umum. Berikut ini adalah daftar Perguruan Tinggi terbaik, yaitu yang mendapatkan akreditasi A dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi BAN-PT untuk jurusan-jurusan yang ada di bidang seni. Seni Rupa Institut Teknologi Bandung Institut Seni Indonesia Yogyakarta Seni Musik dan Seni Tari Institut Seni Indonesia Yogyakarta Tata Boga Universitas Negeri Jakarta Universitas Negeri Malang Universitas Negeri Surabaya Universitas Pendidikan Indonesia Tata Busana Universitas Negeri Jakarta Universitas Negeri Malang Universitas Negeri Yogyakarta Universitas Pendidikan Indonesia Tata Rias dan Kecantikan Universitas Negeri Jakarta Desain Interior Institut Seni Indonesia Yogyakarta Institut Teknologi Bandung Institut Teknologi Nasional Bandung Universitas Kristen Petra Universitas Tarumanagara Desain Produk Institut Teknologi Bandung Institut Teknologi Sepuluh Nopember Universitas Esa Unggul Universitas Trisakti Desain Komunikasi Visual Institut Kesenian Jakarta Institut Seni Indonesia Yogyakarta Institut Teknologi Bandung Universitas Bina Nusantara Universitas Bunda Mulia Universitas Ciputra Universitas Dian Nuswantoro Universitas Kristen Petra Universitas Multimedia Nasional Universitas Pelita Harapan Sendratasik Universitas Negeri Semarang Fotografi Universitas Trisakti Rekomendasi 10 Negara Terbaik untuk Mengambil Studi Seni Berikut ini adalah 10 negara dan kampus terbaik untuk kuliah bidang seni pilihan Youthmanual. Rekomendasi ini berdasarkan daftar ranking perguruan tinggi dunia di versi QS World University Rankings. Amerika Serikat The Juilliard School, Parson Schools of Design, Harvard University, New York University, Yale University, Massachusetts Institute of Technology Inggris Royal College of Music, Royal Academy of Music, Royal College of Art, University of Cambridge, University of Oxford, University of The Arts London Australia The University of Melbourne, The University of Western Australia, Griffith University, The Australia National University, RMIT University Italia Politecnico de Milano, Conservatorio Santa Cecilia Finlandia Aalto University, Sibelius Academy Austria University of Applied Arts Vienna, Academy of Fine Arts Vienna, University of Music and Performing Arts Vienna Hong Kong The Hong Kong Polytechnic University, Hong Kong Baptist University, The Chinese University of Hong Kong, Hong Kong Academy of Performing Arts Perancis Ecole Nationale Superieure de Creation Industrielle, Conservatoire National Superieur de Musique et de Danse de Lyon China Tsinghua University, Tongji University, Peking University Indonesia Institut Teknologi Bandung, Institut Seni Indonesia Yogyakarta Pilih Bidang Seni Nggak, Ya? Dari hasil penelusuran Youthmanual mengenai Seni, bidang ini tentunya bukanlah bidang yang patut dipandang sebelah mata karena banyaknya nilai yang terkandung di dalamnya. Masyarakat dan industri juga memerlukan seni. Bagi yang berminat mengambil bidang seni, perlu mengetahui serta mempertimbangkan beberapa catatan Perlu memiliki passion yang besar di bidang seni. Seni bukan cuma sekadar penyalur hobi atau ajang main-main, tetapi butuh ketekunan dan pemikiran yang luar biasa untuk dapat menciptakan dan mengapresiasi Seni itu sendiri. Jika kamu mendalaminya dengan sungguh-sungguh, nggak akan ada cerita lulusan jurusan bidang seni yang masa depannya suram, deh! Tapi kalau skill dan pengetahuan seninya pas-pasan, maka akan sulit berkarier di bidang seni. Nggak takut dengan dunia Seni yang penuh kedinamisan dan ketidakpastian. Seni bukanlah sesuatu yang seratus persen teoritis, tapi selalu fluktuatif dalam banyaknya persepsi dan pemaknaannya. Kalau kamu nggak memiliki pemikiran yang cukup terbuka dalam menghadapi seni yang penuh ketidakpastian, nggak ada gunanya untuk kamu bertahan di bidang ini, gaes! Mengutamakan kreativitas, orisinalitas, imanjinasi, dan inovasi dalam memecahkan suatu masalah. Ingin melestarikan seni lokal Indonesia, namun nggak menutup diri untuk terus mengikuti perkembangan zaman, terutama teknologi. Ingat, masyarakat maju adalah masyarakat yang mampu menerapkan konsep think globally, act locally. Atau sederhananya, lokal yang mendunia, gitu! Tidak melakukannya hanya demi gengsi. Menekuni bidang seni bukan karena edgy dan anti-mainstream. Harus dipahami bahwa seni adalah sesuatu yang perlu untuk terus kamu kembangkan untuk dapat melestarikan, mengapresiasi, menghibur, menciptakan solusi, memberikan manfaat, serta menginspirasi banyak orang. Sumber a-portfolio
3 Menanamkan Nilai-Nilai Anti Korupsi pada Generasi Muda. Ada 9 nilai anti korupsi yang penting diajarkan kepada peserta didik untuk membantu membentengi dari sikap korupsi. Sikap-sikap tersebut di antaranya kejujuran, tanggung jawab, kesederhanaan, kepedulian, kemandirian, disiplin, keadilan, kerja keras, dan keberanian.Bener ga sih anak IPA lebih pintar dari anak IPS? Artikel ini membahas berbagai miskonsepsi tentang jurusan IPA dan IPS SMA. Halo, guys! Buat lo yang sekarang di bangku SMA, pasti tau dengan istilah “penjurusan”. Penjurusan di SMA ini secara umum dibagi menjadi IPA Ilmu Pengetahuan Alam dan IPS Ilmu Pengetahuan Sosial. Dulu sih masih ada beberapa sekolah yang masih memberikan opsi jurusan Bahasa mungkin sekarang masih ada juga. Sebelum itu, penjurusan di SMA bahkan dibagi menjadi lebih spesifik, ada jurusan Matematika, Fisika, Kimia, Bahasa, dll. Tapi untuk pembahasan artikel kali ini, gua mau fokus untuk bahas tentang perbandingan jurusan IPA dan IPS. Ngomong-ngomong soal penjurusan, sebetulnya apa sih tujuan dari penjurusan? Katanya sih, penjurusan ini punya tujuan untuk bikin siswa jadi fokus sama salah satu rumpun ilmu pengetahuan tertentu. Berarti idealnya nih, lo yang belajar IPA akan lebih fokus belajar tentang ilmu-ilmu yang mempelajari bagaimana alam ini bekerja seperti Fisika, Kimia, dan Biologi. Sementara lo yang jurusan IPS akan lebih ngulik ilmu tentang interaksi sosial masyarakat seperti Sejarah, Ekonomi, Geografi, dan Sosiologi. Cuma masalahnya, apakah betul pemisahan jurusan antar IPA dan IPS betul-betul merepresentasikan konsep itu? Sebelum lanjut, gua mau cerita pengalaman kecil gua beberapa waktu yang lalu dicurhatin sama sepupu yang baru aja memutuskan jurusannya. Berhubung sepupu gua ini seneng debat ngikutin perkembangan politik dan ekonomi mancanegara, dia memilih IPS sebagai penjurusan di masa SMA-nya. Setelah sebulan menjalani kegiatan belajar-mengajar, sepupu gue mengeluh bahwa dia selalu dibanjiri dengan pertanyaan sama teman-temannya. “Eh kenapa sih masuk IPS? Padahal kan lo pinter!” JREENG….!! Nah lho, pernah gak sih lo yang punya nilai akademis oke di jurusan IPS ditanyain hal yang sama? Emangnya kalau sepupu gue pinter, kenapa temen-temennya pada nanyain kenapa dia nggak masuk jurusan IPA? Emang kalau lo pinter harus masuk jurusan IPA, ya? Emangnya anak-anak di jurusan IPS itu nggak sepinter mereka yang di IPA yak? Mitos dan salah kaprah antara jurusan IPA dan IPS. Kalo mau bicara konsep ideal dari tujuan awal pemisahan antara dua rumpun ilmu tersebut, tentu saja jawabannya nggak dong, anak IPA dan IPS kan punya ranahnya masing-masing. Tapi kalo kita balik ke realita, nggak bisa dipungkiri bahwa emang ada fenomena ganjil dalam dunia pendidikan kita, dimana jurusan IPS dinilai lebih inferior dibandingkan jurusan IPA. Bahkan kalo dibedah, jurusan IPA seolah-olah dipandang sebagai jurusan yang berisi anak-anak yang rajin belajar, suka ngitung, anak baik-baik, pekerja keras, tapi kurang banyak bergaul karena kebanyakan waktunya dihabisin di tempat les/bimbel. Sedangkan anak-anak IPS dipandang sebagai kumpulan anak yang males belajar, tukang main, lebih jago hafalan, punya kemampuan bergaul yang lebih oke dibandingkan dengan anak-anak IPA. Pandangan seperti ini emang nggak cuma lo doang yang ngerasain di jaman sekarang ini. Miskonsepsi ini sebetulnya udah jadi semacam stigma nggak tertulis selama bertahun-tahun dari generasi ke generasi. So, jangan heran kalo stereotype semacam ini nggak cuma ada di pikiran pelajar SMA, tapi juga sampai ke kalangan orangtua bahkan beberapa guru tertentu. Nah, dalam kesempatan kali ini, gua mau coba ngebahas beberapa miskonsepsi atau pandangan umum yang keliru antara jurusan IPA dengan jurusan IPS. Okay, langsung aja yuk kita mulai pembahasannya Mitos 1 – Jurusan IPA Lebih Superior dan Bergengsi daripada Jurusan IPSMitos 2 – Anak IPA Kuat di Hitungan, IPS Lebih Kuat di HafalanMitos 3 – Anak IPA Sudah Seharusnya Lebih Jago Matematika daripada Anak IPSMitos 4 – Anak IPA Bisa Masuk Semua Jurusan Kuliah, Anak IPS Cuma Bisa Soshum Mitos 1 – Jurusan IPA Lebih Superior dan Bergengsi daripada Jurusan IPS Penyebab adanya miskonsepsi seperti ini bisa jadi bermacam-macam, dari mulai kualitas soal dan tingkat kesulitan yang jomplang antara pelajaran-pelajaran IPA dengan IPS, kualitas/kemampuan guru IPA dan IPS yang berbeda, sampai gengsi dari kalangan orangtua murid. Hal-hal seperti inilah yang justru secara simultan menguatkan miskonsepsi ini dari waktu ke waktu. Tanpa sadar hal seperti ini yang membentuk stigma terhadap jurusan IPA maupun IPS. Sehingga siswa yang nilai akademiknya oke dituntut untuk masuk ke jurusan IPA, padahal mungkin sebetulnya ketertarikan minat dia adalah topik-topik yang berbau sosial. Cuma karena gak mau dicap sebagai “anak kurang rajin belajar jadi gak mampu masuk IPA” jadinya milih jurusan yang sebetulnya bukan minat dia. Sebaliknya, siswa yang nilai akademiknya kurang oke jadi terpaksa masuk IPS karena standar nilai untuk masuk penjurusan IPA lebih tinggi daripada jurusan IPS, padahal mungkin sebetulnya minat anak ini lebih suka topik yang berkaitan dengan ilmu alam, cuma karena dia males belajar aja jadi terpaksa masuk IPS. Nah, menurut gua sih idealnya baik lo yang mau masuk jurusan IPA atau IPS, dua-duanya harus punya standar sendiri-sendiri. Jadi, konsepnya bukan yang gak lulus jurusan IPA, langsung dimasukin ke jurusan IPS. Tapi dilihat dulu, apakah anak tersebut memang layak untuk masuk jurusan IPS atau enggak. Intinya setiap siswa diberikan kebebasan untuk memilih jurusan-nya sesuai dengan minat mereka masing-masing, yang tentu cermin yang paling mudah untuk melihat minat adalah nilai akademis masing-masing pelajaran. Terlepas dari nilai akademis itu, emang sebaiknya penjurusan itu dikembalikan lagi pada keputusan masing-masing siswa. So, dengan ada standardisasi dan konsep seperti itu, sebetulnya nggak perlu ada tuh jenjang superioritas-inferioritas di antara dua bidang tersebut. Baik IPA maupun IPS sebetulnya sama-sama membutuhkan kompetensi yang berbeda-beda dan setiap pelajar bisa jadi bener-bener jago di bidangnya masing-masing. Mitos 2 – Anak IPA Kuat di Hitungan, IPS Lebih Kuat di Hafalan Ini adalah salah satu stereotype yang dari dulu sampe sekarang awet banget nempelnya di masyarakat. Seolah-olah tingkat kecerdasan siswa itu cuma dibagi jadi dua tolak ukur doang hitungan dan hafalan. Kalo lo jago hitungan ya itu tandanya lo cocok masuk ke jurusan IPA, kalo lo jago ngehafalin, berarti lo cocoknya masuk jurusan IPS. This is so wrong in so many ways! Nggak ada satu pun pelajaran hitungan di IPA, baik Fisika, Kimia, dan Biologi itu sama sekali bukan pelajaran berhitung. Kalau pun ada yang namanya pelajaran berhitung, yang paling deket itu ya pelajaran Akuntansi, itu pun malah dia lebih pas masuk ke jurusan ada satu pun pelajaran di IPS yang menuntut hafalan, kalo sekarang lo yang di jurusan IPS masih banyak ngehafalin materi pelajaran, berarti cara belajar lo yang keliru. Baik Sejarah, Sosiologi, Ekonomi, maupun Geografi itu pelajaran yang menuntut pemahaman konseptual yang komprehensif. Sementara kalo lo udah ngerti konsepnya, dengan sendirinya juga lo akan hafal sama istilah-istilah yang digunakan. Nih ya, gua mau bahas sedikit pembedahan tingkat kecerdasan yang jauh lebih bener daripada pembagian hafalan-hitungan. Berdasarkan Bloom’s Taxonomy, kemampuan manusia dalam domain kognitif terbagi menjadi tiga aspek, yaitu Level 1 Knowledge, yang termasuk dalam knowledge adalah pengetahuan kita mengenai fakta-fakta atau terminologi yang spesifik, pengetahuan mengenai metode-metode tertentu, dan pengetahuan mengenai prinsip-prinsip dan teori-teori 2 Comprehension, Sedangkan comprehension merupakan kemampuan kognitif yang melibatkan kemampuan untuk memahami konsep, membandingkan konsep, menginterpretasikan suatu fenomena atau abstraksi tertentu, dan dapat menyimpulkan main idea dari pembahasan-pembahasan 3 Critical Thinking, terdiri dari beberapa dimensi, yaitu analysis, evaluation, synthesis. Analysis menguji dan menguraikan informasi dan/atau pengetahuan dengan cara mengidentifikasi komponen-komponen dari informasi tersebut misalnya penyebab, efek, dan prevalensiEvaluation mengajukan dan mempertahankan opini dengan cara membuat penilaian mengenai informasi dari gagasan berdasarkan dengan kriteria-kriteria mengumpulkan informasi-informasi terkait suatu gagasan tertentu untuk membuat suatu kesimpulan dan menghasilkan gagasan alternatif Suatu aktivitas pembelajaran dapat dikatakan efektif dan memberikan manfaat ketika aktivitas tersebut dapat membawa kita ke level 3 kognisi critical thinking. Ketika kita cuma itung-itungan dengan ngehafal rumus, atau tau istilah-istilah dengan cara ngehapal, maka lo hanya sampai ke level kognitif knowledge doang. Nah untuk bisa belajar dengan cara yang bener, lo justru jangan cuma sampai ke level-1 doang, tapi lo juga dituntut untuk mengolah knowledge itu menjadi level 2 comprehension hingga ke level 3 analysis, evaluation, dan synthesis. Konsep inilah yang selama ini dibahas sama Glenn di artikel sebelumnya tentang perbedaan studying dengan learning. Intinya, banyak dari kita yang hanya menerapkan studying, dan masih jauh dari learning. Kita masih banyak menghafal rumus, sedangkan harusnya kita udah menerapkan rumus-rumus tersebut bahkan menjadi sesuatu penemuan yang berguna. So, menurut gue, baik ketika lo masuk jurusan IPA ataupun jurusan IPS, hafalan dan hitungan itu bukanlah hal yang patut lo pusingin. Justru hal yang harus lo pastikan adalah apakah lo paham dengan apa yang disampaikan oleh guru/apa yang sedang lo pelajari. Ketika lo udah paham sama suatu konsep, secara otomatis lo akan familiar dengan konsep tersebut, dan tanpa intensi untuk menghafal, lo akan hafal istilah-istilah dan rumus-rumus itu dengan sendirinya. Pas SMA, gue punya prinsip “Yang penting ngerti dulu, kalau hafal mah itu bonus buat gue.” Mitos 3 – Anak IPA Sudah Seharusnya Lebih Jago Matematika daripada Anak IPS Miskonsepsi ini sebetulnya salah satu yang paling parah, bahkan di terjadi di kalangan guru sekalipun. Lo tau nggak sih kalo sebetulnya matematika ini bukanlah cabang dari bidang IPA natural science, dan bukan juga IPS social science. “Lha, bukannya selama ini gua pikir matematika itu identik dengan jurusan IPA?“ Nope. IPA maupun IPS adalah science. Maksudnya science, itu artinya ilmu mempelajari hal yang konkrit, sedangkan matematika itu adalah ilmu abstrak, bukan konkrit. Jadi sekali lagi, matematika itu bukan science. Istilah science artinya kita mempelajari ilmu yang bisa diamati dan bisa direpresentasikan dalam dunia nyata, pembuktiannya disebut dengan evidence. Sedangkan inti dari matematika itu adalah abstract modeling dari logika dimana pembuktiannya biasa disebut dengan proof. Jadi matematika merupakan ilmu pengetahuan murni yang bersifat abstrak dan dia bisa berdiri sendiri tanpa sokongan ilmu-ilmu lain. So, Matematika itu sama sekali nggak identik sama hitungan apalagi jurusan IPA. Matematika itu gak nyambung sama sekali sama ilmu alam maupun hitungan. Jadi sebetulnya baik jurusan IPA maupun IPS harus sama-sama menguasai pelajaran matematika dengan baik, karena konsep-konsep dasar dari matematika bisa diterapkan untuk membantu cabang-cabang ilmu lainnya dalam proses pengembangan ilmu tersebut. Mitos 4 – Anak IPA Bisa Masuk Semua Jurusan Kuliah, Anak IPS Cuma Bisa Soshum Ketika gue UTBK, banyak temen gue yang ngeluh karena anak-anak IPA dianggap sering “mengambil lahan” anak-anak IPS ketika memasuki jurusan-jurusan pas mau kuliah. Sebetulnya sih, hal ini ada benernya juga, mengingat banyak banget anak-anak yang dulunya berada di jurusan IPA tapi pas UTBK ngambil jurusan IPC supaya bisa ambil jurusan IPS pas kuliahnya. Termasuk gue juga dari jurusan IPA emang akhirnya milih ngambil Psikologi di UI, hehe.. Terus biasanya kalo anak-anak IPA yang ngambil IPC ada yang lulus pas UTBK-nya dalam ngambil jurusan seperti Psikologi, Ekonomi, atau Hubungan Internasional, langsung pada menggerutu seperti ini. “Halah anak IPA kenapa sih masih ngerebut aja lahan anak IPS!? Padahal kan mereka udah punya jurusannya sendiri, kenapa gak dari awal aja kalo gitu mereka ambil jurusan IPS? Mereka kan pinter-pinter jadi gampang aja kalo mau ngambil soshum, sedangkan kita yang di IPS kan gak bisa segampang itu ngambil jurusan IPA.“ Nggak sedikit juga lho, lo ngedengerin komentar seperti ini, terutama nanti begitu lo yang di kelas 12 SMA udah mulai mikirin jurusan kuliah. Sebenernya sikap seperti ini mungkin lo anggep sebagai celotehan biasa aja, tapi jangan salah lho. Sikap seperti ini tuh bisa diterjemahkan sebagai sikap inferior yang juga berperan menambah pupuk paradigma yang salah tentang pembagian IPA maupun IPS. Kita semua sebetulnya juga tau kan, kalo jurusan IPA maupun jurusan IPS sebetulnya bisa aja kok daftar IPC pas UTBK. Tinggal seberapa niat aja lo belajar sebelum UTBK dan seberapa siap elo untuk ngehadapin persaingan untuk mendapatkan jurusan di universitas tersebut. Jadi seharusnya nih, baik jurusan IPA maupun IPS ya kembali pada kompetisi yang fair dan sejajar sebagai sesama intelektual muda untuk bisa mendapatkan jurusan kuliah dan universitas yang diinginkan. Sekilas info aja, sejauh yang gua tau para pengguna Zenius dari bertahun-tahun belakangan ini udah buanyaak banget kok yang berhasil lolos UTBK lintas jurusan dengan mengambil IPC atau malah langsung nyebrang IPA ambil UTBK Soshum / IPS ngambil UTBK saintek. Intinya sih emang tinggal seberapa besar lo berusaha dan berjuang, berikut ini beberapa catatan perjuangan mantan murid zenius dari tahun ke tahun Catatan Perjuangan Murid Zenius yang Lolos UTBK 2020 14 Ribu Murid Zenius Berhasil Lolos UTBK 2020 **** So, in the end, gue cuma mau nekenin kalau sebenarnya IPA dan IPS itu bukanlah dua disiplin ilmu yang berlainan satu sama lain, bukan juga dua disiplin ilmu yang berada di satu kontinum yang sama maksudnya gak bisa dibandingkan kalo ilmu X lebih baik dari pada ilmu Y. Setiap cabang ilmu pengetahuan menurut gue memiliki landasan berpikir masing-masing tapi ilmu-ilmu tersebut juga bisa terintegrasi satu sama lain dalam menjelaskan segala hal yang terjadi di alam semesta ini. Pemisahan antara “alam” dan “sosial” sebetulnya hanyalah simplifikasi dan label untuk melihat suatu fenomena dari satu sudut pandang tertentu. Misalnya gini deh, ketika kita meninjau kembali tentang fenomena wabah Black Death yang terjadi di Eropa pada abad 14, kita bisa meninjau fenomena ekstrim ini dari berbagai sudut pandang disiplin ilmu. Buat lo yang belum tau, Black Death merupakan pandemi wabah penyakit pertama di dunia, dengan total kematian diperkirakan hingga 200 juta jiwa! itu hampir sama banyaknya dengan jumlah populasi penduduk Indonesia sekarang lho. Penyebabnya cuma bakteri yang namanya Xenopsylla cheopis. Hal ini mungkin bisa ditinjau dari sudut pandang biologi tentang bagaimana wabah ini menyebar dengan sistem parasit 2 level. Tikus Rattus ratus yg diparasiti oleh Pinjal Xenopsylla cheopsis dan diparasiti lagi oleh bakteri pes Yersinia pestis. Tapi, fenomena ini juga bisa ditinjau dari sudut pandang lain seperti perubahan sosiologi masyarakat Eropa yang berubah drastis. Sampai dalam sudut pandang politik dengan mulai dari berkurangnya kepercayaan terhadap otoritas Kerajaan Roma. Nah, dari contoh fenomena wabah Black Death yang gua sedikit kupas di atas, kita jadi punya gambaran komprehensif terkait fenomena-fenomena tertentu di lingkungan kita dengan melihat dari berbagai macam sudut pandang, baik segi alam maupun sosial. Selain itu, kita juga bisa mengambil kesimpulan yang tepat terkait suatu fenomena kalau kita bisa menganalisisnya dari berbagai sudut pandang dan memilih sudut pandang mana yang paling pas dan bisa menjelaskan fenomena-fenomena yang kita analisis. Akhir kata pesen gua cuma satu, bahwa sebetulnya yang namanya ilmu itu gak bisa kita kategoriin sebagai IPA atau IPS, itu sebetulnya cuma label agar memudahkan untuk dipelajari doang. Karena pada hakikatnya, alam semesta ini bekerja dan berinteraksi dalam satu kesatuan sebagaimana adanya kita lihat sekarang ini, dan pembagian ilmu itu hanyalah penalaran kita untuk memudahkan cara kita memandang suatu fenomena yang terjadi. Berani sekalian ngetes Fundamental Skill lo? Nih, cobain Zencore! Dengan fitur adaptive learning, lo bisa tau seberapa jago kemampuan penalaran lo lewat kuis CorePractice, sekaligus upgrade diri biar makin cerdas. Lo juga bisa ajak temen-temen buat push rank. Klik banner di bawah buat cobain! Keterangan Sumber Huitt, W. 2004. Bloom et al.’s taxonomy of the cognitive domain. Educational Psychology Interactive, 22. Carey, S. 2009, “Where our number concepts come from”, Journal of Philosophy 106 4 220–254